Perdebatan antara kelompok Salafi dan Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja di antaranya berkisar pada persoalan bid’ah hasanah. Masing-masing menyuguhkan dalil dari Al-Qur’an dan hadits, bahkan kelompok Salafi tak jarang menjadikan pendapat imam mazhab sebagai bahan “memukul”. Berikut ini adalah percakapan imajiner yang sejatinya berangkat dari kasus-kasus yang umum kita jumpai. Meski imajiner, narasi dalam dialog ini memiliki valditas ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Redaksi Salafi Orang yang mengaku bermazhab Syafi’i itu hanya mempelajari fiqih Syafi’i saja, tapi tidak mau mempelajari aqidahnya. Aqidah pengikut mazhab Syafi’i itu sudah menyimpang dari aqidah Imam Syafi’i. Aswaja Lowh… Salafi Dan lagi, selama ini pengikut Syafi’i itu ternyata telah menyimpang dari penjelasan Imam Syafi’i sendiri. Aswaja Owh… Contohnya? Salafi Misalnya tentang bid’ah hasanah. Imam Syafi’i itu tak mengakui bid’ah hasanah! Sementara yang mengaku sebagai pengikutnya justru mengakui dan membela mati-matian bid’ah hasanah. Aswaja Wah, ajib nih. Gimana penjelasannya? Salafi Coba dengarkan ini. Ulama kami, namanya Syekh Muhammad Alu al-Syaikh mengutip pendapat dari dua kitab ulama pengikut mazhab Syafi’i, yaitu Imam al-Ghazali dan Syekh al-Mahalli. Dengarkan ya. ولهذا قال الإمام الشافعي رحمه الله في كلمته المشهورة التي نقلها عنه أئمة مذهبه وعلماؤه كالغزالي في "المنخول" ص374، والمحلي في "جمع الجوامع-2/395 بحاشيته" "من استحسن فقد شرع" Perlu diterjemahkan nggak? Aswaja Terjemahkan saja. Jangan-jangan terjemahannya saja yang salah. Salafi Ah, ya tidak. Ini terjemahannya “Oleh karena itu, Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan dalam kalimat beliau yang populer, yang dinukil oleh imam-imam dan ulama-ulama mazhabnya, seperti al-Ghazali dalam al-Mankhul hal. 374 dan al-Mahalli dalam Jam’u al-Jawami’ 2/395 dan Hasyiyahnya Man istahsana faqad syarra’a barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat.” Aswaja Oh, masalah istihsan. Terus? Salafi Nah, ini lebih tegas nih di kitab induk Imam Syafi’i, yaitu al-Risalah dan al-Umm. Imam Syafi’i ternyata memang mengatakan barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat. Jadi tidak mungkin Imam Syafi’i menyatakan adanya bid’ah hasanah, karena beliau menolak istihsan. Makanya di sini Syekh Muhammad Alu al-Syaikh dalam kitab yang sama, jilid 8, halaman 45 menjelaskan كيف يقول الشافعي رحمه الله بالبدعة الحسنة وهو القائل "من استحسن فقد شرع".والقائل في "الرسالة" ص507"إنما الاستحسان تلذذ".وعقد فصلاً في كتابه "الأم" 7/293- 304 بعنوان"إبطال الاستحسان" “Bagaimana Syafi’i rahimahullah mengakui keberadaan bid’ah hasanah, sedang beliau mengatakan, Barangsiapa melakukan istihsan maka dia telah membuat-buat syariat.’ Beliau juga mengatakan dalam al-Risalah hal 507, Istihsan adalah perbuatan untuk mencari kesenanangan diri.’ Imam Syafi’i juga membuat bab tersendiri dalam al-Umm 7/293-304 dengan judul Pembatalan Istihsan’.” Jadi intinya, kalian yang mengaku sebagai penganut mazhab Syafi’i, pahamilah kalam Imam Syafi’i dengan kaidah dan ushul ajaran mazhab Syafi’i. Jelas-jelas beliau tidak mengakui istihsan. Aswaja Jadi karena Imam Syafi’i menolak istihsan, lalu kalian simpulkan beliau menolak bid’ah hasanah? Salafi Ya, coba ini keterangan berikutnya الفصل الخامس القيام عند ذكر ولادته - صلى الله عليه وسلم - وزعمهم أنه يخروج إلى الدنياأثناء قراءة قصص المولد حثت القصص التي تقرأ بمناسبة الاحتفال بالمولد على القيام عند ذكر ولادة النبي - صلى الله عليه وسلم -وخروجه إلى الدنيا ومما جاء فيها من ذلك ما يليقال البرزنجي في "مولده" ص77 قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية فطوبى لمن كان تعظيمه - صلى الله عليه وسلم - غاية مرامه ومرماه. حكم الاحتفال بالمولد النبوي والرد على من أجازه" للشيخ محمد بن إبراهيم آل الشيخ رحمه الله ص29-30 ـ “Pasal kelima tentang berdiri saat momen penyebutan kelahiran Nabi ﷺ dan klaim mereka bahwa Nabi keluar ke dunia saat pembacaan kisah-kisah maulid. Kisah-kisah yang dibaca dalam acara peringatan maulid ini meniscayakan agar orang yang membacanya berdiri ketika penyebutan kisah kelahiran Nabi ﷺ dan bahwa beliau keluar ke dunia. Di antara penjelasan mereka adalah sebagai berikut. Al-Barzanji mengatakan dalam kitab Maulid hal 77, Para ulama yang menguasai riwayat dan maknanya menganggap baik istahsana, dari kata istihsan, penj berdiri saat penyebutan kelahiran beliau yang mulia. Maka sungguh beruntung orang yang menjadikan pengangungan terhadap Nabi Muhammad ﷺ sebagai tujuan dan kecintaannya.” Muhammad Alu al-Syaikh, Hukm al-Ihtifal bi al-Maulid al-Nabawi, hal 29-30. Aswaja Owh, paham, paham. Jadi ketika Imam al-Barzanji menganggap baik atau istahsana, dari kata istihsan amaliah berdiri saat penyebutan kelahiran Nabi Muhammad, lalu kalian benturkan dengan penolakan Imam Syafi’i terhadap istihsan itu? Salafi Iya. Aswaja Saya simpulkan ya. Menurut keterangan Syekh Muhammad Alu al-Syaikh tadi Pertama, Imam Syafi’i tidak mengakui bid’ah hasanah. Kedua, ketidaksetujuan Imam Syafi’i terhadap bid’ah hasanah itu dengan dasar karena beliau menolak istihsan. Ketiga, Alu al-Syaikh telah mengartikan istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i dengan makna yang bersifat harfiah-menyeluruh atau generalisasi, yaitu “menganggap baik sesuatu”, termasuk dalam hal ini sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Salafi Betul. Kan memang seperti itu. Aswaja Sepertinya ada kesalahan ilmiah yang fatal di sini. Antum salah pikir. Salafi Lowh, kenapa? Antum harus menerima ini sebagai kebenaran, ya akhi. Memang umat Islam di Indonesia yang mengaku bermazhab Syafi’i sudah jauh dari tuntunan Imam Syaf’i. Ini fakta. Sudah, akui saja. Aswaja Ya akhi. Apa hubungan antara istihsan dengan bid’ah hasanah? Tidak ada hubungannya kecuali bila hanya secara paksa dihubung-hubungkan saja. Penulis kitab yang antum baca itu mengajak orang lain untuk memahami kaidah dan prinsip Imam Syafi’i untuk menafsirkan kalam Imam Syafi’i. Namun justru dia membuat pemaknaan sendiri tentang istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Kan jelas Imam Syafi’i menolak sikap menganggap baik sesuatu atau istihsan itu. Jadi beliau menolak bid’ah hasanah kan? Aswaja Wah, kok pemahamannya begitu. Betulkah Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah melalui konsep istihsan? Apa betul kita sebagai penganut mazhab Syafi’i yang menganggap baik maulid, berdiri dalam pembacaan shalawat, dan sebagainya telah bertentangan dengan pendapat Imam Syafi’i? Dengarkan akhi ya. Pertama, menurut Imam Syafi’i, istihsan yang tidak boleh itu adalah bila bertentangan dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kitab ar-Risalah dijelaskan وهذا يبين أن حراما على أحد أن يقول بالاستحسان إذا خالف الاستحسان الخبر والخبر من الكتاب والسنة “Hal ini menjelaskan bahwa haram bagi seseorang berpendapat dengan istihsan jika istihsan tersebut bertentangan dengan khabar. Sementara khabar itu dari Al-Qur’an dan as-Sunnah.” al-Syafi’i, ar-Risalah, 503 Kedua, istihsan yang dimaksud oleh Imam Syafi’i adalah istihsan sebagai lawan qiyas. Dalam ar-Risalah, hal 504 dijelaskan لِهَذَا تَدُلُّ على إبَاحَةِ الْقِيَاسِ وَحَظْرِ أَنْ يُعْمَلَ بِخِلَافِهِ من الِاسْتِحْسَانِ. “Dengan ini menjadi dalil tentang kebolehan qiyas dan larangan untuk mengamalkan sebaliknya yaitu istihsan.” Salafi Istihsan itu kan artinya menolak menganggap baik sesuatu. Sudah, jangan sulit-sulit mengartikan ucapan Imam Syafi’i itu. Beliau menolak bid’ah hasanah atas nama istihsan. Aswaja Itulah hobi kalian. Sukanya mengartikan sesuatu dengan harfiah, tapi tak mau meneliti lebih mendalam. Antum harus tahu, baik ar-Risalah maupun al-Umm, itu adalah kitab ushul fiqh. Apa istihsan yang dimaksud dalam ushul fiqih itu? Para pakar ushul fiqih memiliki beberapa pengertian tentang istihsan ini. Syekh Muhammad al-Amin al-Syinqithi dalam Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir misalnya merilis beberapa definisi tersebut. Terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Sesuatu yang dianggap baik oleh seorang mujtahid dengan akalnya ma yastahsinuhul mujtahidu bi aqlih.” Apakah yang dianggap baik tersebut? Ternyata objeknya adalah dalil. Oleh karena itu, terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Suatu dalil yang terbesit di benak mujtahid tanpa mampu untuk dia ungkapkan dalilun yanqadihu fi nafsil mujtahidi la yaqdiru alat ta’biiri anhu.” Antum bisa baca di kitab beliau, Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir, halaman 259. Nah, berdasarkan pengertian istihsan tersebut dapat disimpulkan bahwa objek istihsan itu adalah dalil. Maksudnya, suatu pikiran dalam benak mujtahid untuk memilih suatu dalil dan meninggalkan yang lain, namun ia tak dapat mengungkapkan mengapa ia memilih dalil tersebut dan meninggalkan yang lain. Hal inilah yang ditolak oleh Imam Syafi’i, bukan istihsan yang antum artikan “menganggap baik sesuatu” secara umum, atau “menilai sesuatu sebagai bid’ah hasanah”. Salafi Tapi al-Barzanji secara jelas tadi mengatakan bahwa berdiri saat pembacaan maulid itu di-istihsan-kan oleh para penghobi Maulid. Bagaimana nih? Ana ulang lagi ya قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية Aswaja Ya akhi, ulama Ahlussunnah wal Jama’ah ketika menganggap baik sesuatu memang memakai kata yang dimaksud adalah istihsan dari segi bahasa, bukan dalam bidang Ushul Fiqh. Antum harus lanjutkan kalam al-Barzanji itu. Jangan dipotong-potong. Lanjutan kalam beliau tentang istihsan saat qiyam dalam pembacaan Maulid, sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam kitab al-Bayan wa al-Ta’rif fi Dzikra al-Mawlid al-Nabawi, hal 29-30 begini ونعني بالاستحسان بالشيئ هنا كونه جائزا من حيث ذاته وأصله ومحمودا ومطلوبا من حيث بواعثه وعواقبه, لا بالمعنى المصطلح عليه في أصول الفقه. “Yang kami maksud dengan istihsan atau menganggap baik sesuatu di sini adalah sesuatu yang dari asalnya suatu perbuatan itu boleh serta dari sisi tujuan dan dampaknya memang baik dan diharapkan. Bukan istihsan yang diistilahkan dalam ilmu ushul fiqh.” Fahimtum? Jadi berdiri adalah sesuatu yang boleh. Bila tujuan dan dampaknya baik – sebagaimana dalam mahallul qiyam – maka itu baik. Itulah yang disebut istihsan di sini, bukan istihsan dalam ushul fiqh yang memang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Jadi, salah ya bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah dengan dalih beliau menolak istihsan. Aswaja Ya iyalah. Makanya antum dan jamaah antum selama ini hanya digiring saja untuk memahami sesuatu hanya sesuai yang dimaui Syekh-Syekh antum itu. Teliti lagi ya akhi. Jangan manggut-manggut saja. Apalagi ini jelas makar terhadap pernyataan Imam Syafi’i. Ini namanya kedustaan atas nama beliau. Belum lagi, al-Hafizh al-Baihaqi dalam Manaqib al-Imam al-Syafi’i menyitir pendapat sang imam bahwa bid’ah itu ada dua, yaitu sesat dan tidak sesat. اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ مما يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أثرا أوإِجْمَاعًا فَهذه بِدْعَةُ الضَّلالِ وَمَا أُحْدِثَ من الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهذه مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ. الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، ١/٤٦٩ ـ “Sesuatu yang baru muhdats itu ada dua, sesuatu yang baru dikerjakan yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah, atsar, atau ijma’, maka ini adalah bid’ah yang sesat. Sementara sesuatu baru yang baik yang tidak bertentangan dengan sedikitpun dari hal itu maka ini adalah bid’ah yang tidak jelek.” Syekh Ibnu Taimiyah dalam al-’Aql wa al-Naql mengomentari, periwayatan al-Baihaqi ini sanadnya shahih. Beliau menjelaskan قَالَ عَنْهُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي العَقْلِ وَالنَّقْلِ 1/ 248 رَوَاهُ البَيْهَقِي بِإِسْنَادِهِ الصَّحِيْحِ فِي المدْخَلِ “Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam al-Aql wa al-Naql, 1/248, periwayatan ini tentang Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih dalam al-Madkhal.” Salafi Baik, baik. Saya simpulkan ya. Dengan membagi bid’ah menjadi dua, sesat dan tidak sesat, itu artinya justru Imam Syafi’i sendiri mengakui keberadaan bid’ah hasanah. Sama seperti pemahaman jumhur atau mayoritas ulama setelah beliau. Maka klaim bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah – apalagi dengan dalih beliau menolak istihsan – adalah sebuah kegagalan pemahaman dari kami. Aswaja Nah, ahsantum, ya akhi. Barakallah fiikum. Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc., Wakil Direktur Aswaja NU Center PWNU Jatim
GolonganWahabi/Salafi melarang orang mentakwil ayat-ayat Ilahi atau hadits-hadits Rasulallah saw. yang berkaitan dengan shifat. Jadi bila ada kata-kata di alqur’an dan hadits wajah Allah, tangan Allah dan seterusnya harus diartikan juga sebagai wajah dan tangan Allah secara sesungguhnya serta kita tidak boleh membayangkan-Nya atau bertanya tentangnya. Jakarta Memahami salafi adalah berasal dari istilah “salaf”. Secara terminologi sosial, salaf berasal dari “Salaf as-Shalih” yang merujuk pada tiga golongan generasi peradaban Islam terdahulu. Para sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin. Dalam kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid oleh Dr. Abdul Hamid Ali Izz Al-Arab, Dr. Shalah Mahmud Al-Adily, dan Dr. Ramadhan Abdul Basith Salim, menjelaskan salafi adalah ulama maupun orang biasa yang datang setelah tahun 300 H yang menganut manhajnya metodenya. Khalifah Adalah Gelar Kepemimpinan Umat Islam, Ketahui Definisi dan Sejarahnya Tauhid Adalah Aqidah Bawaan Manusia, Ketahui Definisi dan Manfaat Mempelajarinya Aqidah adalah Iman yang Teguh Tanpa Keraguan, Pahami Penjabarannya Secara sederhana, salafi adalah golongan orang yang menganut manhaj salaf atau Ahlussunnah wal Jamaah. Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah sumber rujukannya memahami akidah dalam manhaj salaf yang terdiri dari Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma salaful salih atau Ulama Salaf. “Secara person tiap mereka selain Nabi tidaklah maksum terjaga dari kesalahan. Namun, jika Ulama Salaf telah sepakat ijma’ tentang suatu permasalahan Dien agama, maka ijma’ mereka itu tidak akan pernah salah. Karena umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam tidak akan pernah bersepakat dalam sebuah kesalahan/ kesesatan,” mengutip situs website resmi penganut manhaj salafi di Itulah pengertian salaf dan salafi secara sederhana yang perlu diketahui. Berikut ulas lebih dalam tentang salafi adalah golongan umat yang menganut manhaj salaf, Selasa 21/12/2021.Di pengujung Ramadan, umat muslim dianjurkan untuk beritikaf di masjid. Namun dalam situasi pandemi,bolehkan kita beritikaf di rumah bersama keluarga? Simak penjelasan Ustaz Hilman Fauzi dalam "Ustaz Menjawab".Pengertian SalafiIlustrasi Pria Muslim Credit mula munculnya istilah salafi adalah berasal dari “salaf” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI memiliki arti sesuatu atau orang terdahulu. Sementara dalam kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid oleh Dr. Abdul Hamid Ali Izz Al-Arab, Dr. Shalah Mahmud Al-Adily, dan Dr. Ramadhan Abdul Basith Salim, menjelaskan salaf adalah para sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin yang hidup sampai batas 300 H. Lalu apa itu salafi? Dijelaskan lebih lanjut dalam kitab tersebut, pengertian salafi adalah ulama maupun orang biasa yang datang setelah tahun 300 H dan dinisbahkan pada kaum salaf yang telah disebutkan di atas, menganut manhajnya metodenya. Secara sederhana, salafi adalah golongan orang yang menganut manhaj salaf atau Ahlussunnah wal Jamaah. Hal yang sama dipertegas dalam situs website resmi penganut manhaj salafi melalui seseorang yang mengikuti manhaj salaf atau salafi adalah mereka yang mau berusaha memahami Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW dengan pemahaman para Ulama Salaf. Meski demikian, dijelaskan bukan berarti penganut salafi adalah fanatik pada Ulama Salaf. “Secara person tiap mereka selain Nabi tidaklah maksum terjaga dari kesalahan. Namun, jika Ulama Salaf telah sepakat ijma’ tentang suatu permasalahan Dien agama, maka ijma’ mereka itu tidak akan pernah salah. Karena umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam tidak akan pernah bersepakat dalam sebuah kesalahan/ kesesatan,” Islami, muslim, puasa. Photo by Hasan Almasi on UnsplashKaum salafi adalah bagian dari umat Islam yang rujukan utamanya tetap Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW, melansir Di kalangan umat muslim kebanyakan, salafi adalah mereka yang memiliki pemikiran mencoba memurnikan kembali perintah Al-Qur’an dan ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Ahli dalam bidang ini Imam al-Safarani menjelaskan salah satu rujukan lain kaum salafi adalah mazhab Ahmad bin Hambali. Metodenya dilakukan bebas dari berbagai hal yang tidak dilakukan nabi Muhammad SAW bidah, khurafat, dan syirik dalam Islam. Penganut ajaran salaf mempercayai sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin yang hidup sampai batas 300 H adalah sebaik-baiknya generasi. Rasulullah SAW bersabda “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku sahabat, kemudian orang-orang setelah mereka tabi’in, kemudian yang setelahnya lagi atba’it tabi’in, kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannnya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” HR. Imam Bukhari dengan sanad dari Abdullah bin Mas’ud.Prinsip Kaum SalafiAda beberapa prinsip khas yang dipegang oleh kaum salafi. Prinsip ini dijelaskan dalam jurnal keagamaan Manhaj Salafiyah oleh Muhammaddin. Ini penjelasannya 1. Rujukan Utama Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah sumber rujukannya memahami akidah dalam manhaj salaf yang terdiri dari Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma salaful salih atau Ulama Salaf. 2. Wujud Ketaatan Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah ada kewajiban untuk menaati pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat. Jika sebaliknya, umat Islam tidak boleh menaatinya, namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya. 3. Pengkafiran Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah pada masalah pengkafiran, manhaj salaf berpendapat tidak boleh mengkafirkan seseorang atau kelompok dengan sembarangan. Prinsip yang dipegang tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslim kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan akidah atau keimanan dan keislamannya sendiri. 4. Nilai Akidah Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah al-wala’ wal bara’. Setiap muslim yang beragama dengan prinsip akidah ini wajib mencintai orang-orang yang memegang teguh akidah Islam dan berpaling dari orang-orang yang memusuhi akidah Islam. 5. Dakwah Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah dengan amar makruf nahi mungkar. Berisi perintah menegakkan yang benar dan mencegah yang salah. Al-ma’ruf adalah semua ketaatan kepada Allah SWT satu-satunya, mengikhlaskan ibadah itu hanya kepada-Nya, dan kemudian ketaatan lainnya baik yang wajib maupun yang sunnah. Sedangkan al-munkar yang menjadi prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah semua yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, termasuk di dalamnya kemaksiatan dan kebid’ahan. Adapun kemunkaran yang paling besar adalah syirik kepada Allah SWT. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.BukuPanduan Sekolah Aswaja 1. Sejarah Teologi Islam & Akar Pemikiran Ahlussunah Wal Jama’ah 1 SEJARAH TEOLOGI ISLAM DAN AKAR PEMIKIRAN AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM: SEJARAH, AJARAN & PERKEMBANGANNYA GENEOLOGI PEMIKIRAN ASWAJA DI INDONESIA DALIL AMALIAH KEAGAMAAN KAUM
.